
BOBIE.INFO. Telaga. Embun pagi masih membasahi dedaunan ketika langit di ufuk timur baru mulai memerah. Di dermaga kayu sederhana Desa Telaga, beberapa ces sudah siap berangkat. Hari ini hari Minggu, hari yang ditunggu-tunggu. Hari pasar di Kereng Pakahi. Dengan langkah penuh semangat, aku menaiki salah satu ces yang akan membawaku menyusuri sungai menuju keramaian.
Mesin ces menderu khas, memecah kesunyian pagi. Perahu kayu panjang itu perlahan meninggalkan dermaga Telaga, membelah air sungai yang berwarna coklat keemasan diterpa cahaya matahari pagi. Udara segar menusuk hidung, bercampur aroma khas sungai dan dedaunan hutan yang mengapit tepian. Kami menyusuri sungai yang tidak terlalu lebar, airnya tenang namun dalam. Di kiri-kanan, hutan riparian masih lebat, sesekali terlihat burung-burung air terbang rendah atau bertengger di ranting pohon yang menjorok ke air. Rumah-rumah panggung penduduk Desa Telaga perlahan-lahan menghilang di belakang kami, digantikan oleh pemandangan hutan dan tebing-tebing tanah yang ditumbuhi pepohonan rindang.
Perjalanan dengan ces adalah pengalaman yang menghanyutkan. Bunyi mesin yang stabil menjadi latar belakang, sementara mata dimanjakan oleh lukisan alam Kalimantan Tengah yang hijau dan asri. Sesekali kami berpapasan dengan ces lain yang juga mengangkut warga dari desa-desa hulu menuju pasar. Saling sapa dan senyum pun terlontar, semangat pagi dan pasar Minggu terasa di udara. Kami melewati beberapa tikungan sungai, menyaksikan aktivitas pagi nelayan kecil yang sedang memeriksa bubu atau menjala ikan. Jernihnya suara kicau burung dan desir angin melalui daun-daun menjadi musik pengiring perjalanan. Semakin mendekati Kereng Pakahi, tanda-tanda keramaian mulai terasa. Jumlah ces yang lalu-lalang semakin banyak. Ada yang penuh muatan hasil bumi, kayu bakar, atau penumpang seperti kami. Suasana sungai pun menjadi lebih hidup. Akhirnya, dari kejauhan, terlihatlah kumpulan bangunan dan dermaga-dermaga kayu yang ramai. Itulah Kereng Pakahi, dusun di Desa Jahanjang yang menjadi pusat keramaian setiap Minggu pagi. Dermaga Kereng Pakahi sudah penuh sesak. Puluhan ces dari berbagai penjuru Kecamatan Kamipang dan sekitarnya bersandar rapi atau masih berusaha mencari tempat berlabuh. Suasana hiruk-pikuk langsung menyambut begitu kaki menginjakkan tanah di dermaga. Aroma khas pasar tradisional segera menyeruak: bau tanah basah, ikan sungai segar, sayur-mayur, daging, kopi pahit, dan asap kayu bakar. Pasar Kereng Pakahi hari Minggu adalah denyut nadi ekonomi warga sekitar. Lorong-lorong di antara lapak-lapak darurat terbuat dari terpal dan tikar ramai oleh penjual dan pembeli. Suara tawar-menawar, sapaan akrab, dan tertawa riang memenuhi udara. Di sini, kekayaan alam Kecamatan Kamipang dipamerkan: tumpukan sayuran hutan (seperti kelakai atau pakis), buah-buahan lokal (durian, langsat, mangga), ikan sungai segar hasil tangkapan pagi (sepat, baung, lais), daging babi hutan, beragam umbi-umbian, kue tradisional, hingga hasil kerajinan tangan warga. Ada juga pakaian sederhana, perlengkapan rumah tangga, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Wajah-wajah yang ditemui penuh cerita. Ibu-ibu dengan bakul penuh hasil kebun, bapak-bapak dengan ikan hasil pancingan, anak muda yang membantu berjualan, dan para pembeli yang sibuk memilih barang terbaik. Nuansa kekeluargaan sangat kental. Selain berbelanja, pasar Minggu juga menjadi ajang silaturahmi. Warga yang tinggal berjauhan di sepanjang sungai akhirnya bisa bertemu, bertukar kabar, dan sekadar ngopi bersama di warung-warung sederhana di pinggir pasar. Matahari semakin tinggi, suasana pasar pun semakin panas dan ramai. Kereng Pakahi benar-benar hidup! Setelah puas berbelanja kebutuhan dan menyerap keramaian, waktunya kembali. Membawa kantong-kantong plastik berisi belanjaan dan kenangan akan keramaian pasar, aku kembali menaiki ces yang akan membawa kami melawan arus, menyusuri sungai yang sama menuju Desa Telaga. Mesin kembali menderu, meninggalkan riuh rendah Kereng Pakahi yang perlahan-lahan mereda di kejauhan, digantikan lagi oleh kedamaian aliran sungai dan rimbunnya hutan Kalimantan. Perjalanan susur sungai pagi ini bukan hanya tentang mencapai pasar, tapi juga tentang merasakan denyut kehidupan dan kebersamaan warga di tepian sungai Kecamatan Kamipang. (bobie)