
BOBIE.INFO. Telaga. Kamipang. Hujan turun membasahi Desa Telaga, Kecamatan Kamipang, Kabupaten Katingan. Bukan hujan lebat yang menggelegar, melainkan rintik-rintik yang jatuh perlahan, seperti tetesan kesabaran dari langit kelabu. Suasana yang biasanya diramaikan oleh suara anak-anak bermain atau obrolan warga di beranda rumah, kini tenggelam dalam keheningan yang dalam. Hanya ada satu suara yang menguasai jagat: gemercik air.
Gemercik itu adalah simfoni sunyi. Ia datang dari seribu sumber: dari ujung daun kelapa yang melengkung, menetes ke tanah lembab; dari talang rumah panggung kayu yang mengalirkan air jernih ke bak penampungan; dari genangan-genangan kecil yang terbentuk di sela-sela papan jalan desa yang belum sempurna; dan mungkin juga dari permukaan telaga kecil yang menjadi nama desa ini, dihujani rintik tanpa henti. Bunyinya halus, teratur, menenangkan, bagai detak jantung alam yang sedang beristirahat.
Udara terasa sejuk dan basah, membawa aroma khas tanah Kalimantan yang diguyur hujan: campuran tanah laterit yang merah, dedaunan membusuk, dan kesegaran yang baru. Kabut tipis menyelimuti ujung-ujung atap rumah dan pucuk pohon karet di kejauhan, membuat siluet desa tampak samar-samar, seperti lukisan cat air yang belum kering. Rumah-rumah kayu yang sebagian besar masih berbentuk panggung tampak lebih kokoh sekaligus lebih menyendiri. Jendela-jendela tertutup rapat atau hanya terbuka sedikit, menyembunyikan kehidupan di baliknya. Asap dapur yang biasanya mengepul, kini tak terlihat, tersapu oleh gerimis yang terus-menerus.
Seekor kucing belang melintas cepat, menyelinap di bawah kolong rumah, bulunya basah kuyup. Seekor burung pipit berteduh di balik daun pisang yang lebar, diam mematung, menunggu kesempatan untuk terbang lagi. Di tepian telaga, perahu-perahu kecil yang biasa digunakan untuk mencari ikan atau menyusuri sungai, terikat erat pada tiang kayu, bergoyang-goyang lembut didera rintik hujan yang jatuh ke permukaan airnya yang kehijauan. Air telaga itu riak-riak kecil, lingkaran-lingkaran sempurna yang terus lahir dan hilang, menambah harmoni pada gemercik yang mendominasi.
Suasana sunyi ini bukan sunyi yang mencekam, melainkan sunyi yang damai. Sebuah jeda bagi desa. Waktu seperti diperlambat. Kegaduhan dunia seolah tersaring oleh tirai rintik hujan. Yang tersisa hanyalah kesunyian yang nyaman, diisi oleh musik alam paling purba: gemericik air yang abadi. Di dalam rumah, mungkin ada keluarga yang berkumpul, menikmati teh hangat, atau sekadar terdiam, mendengarkan nyanyian hujan. Di luar, alam Desa Telaga merenung, membiarkan dirinya dimandikan, disegarkan, dan diheningkan oleh rintik-rintik yang tak henti menari di atas tanah Katingan. Sebuah potret ketenangan yang mendalam, di mana gemercik air bukan sekadar suara, melainkan suara dari kesunyian itu sendiri. Senyap di Telaga, lengkap dalam pelukan melankoli rintik hujan. (bobie)